Friday, April 2, 2010

Pidato Presiden SBY

Sebenarnya pernyataan Presiden SBY pada hari Senin 1 Maret 2010 yang menyatakan : SAYA BERTANGGUNG JAWAB, MESKI ..... sudah banyak dikomentari orang sebagai sama sekali tidak logis. Pernyataan SBY ini malah menunjukkan bahwa SBY "cuci tangan".

Analoginya SAYA MAU MEMBERI KAMU UANG, MESKI SAYA TIDAK PUNYA UANG...... Nah, lho, artinya kan sama saja dengan saya tidak mau dan tidak akan memberi uang sepeserpun. Namun, rupanya Presiden SBY tidak membacanya, sehingga kesalahan yang sama diulang saat Presiden SBY menyampaikan pidato resmi menanggapi skandal Bank Century pada hari Kamis tanggal 4 Maret 2010. Akibatnya, pidato SBY ini bukannya menjernihkan persoalan, tapi justru membuka celah hukum yang baru.
Mengapa? Karena secara terang benderang, Presiden SBY memilih opsi A dari hasil Pansus Century. Padahal Sidang Paripurna DPR telah memilih opsi C dengan 325 suara.
Akibatnya Presiden secara langsung telah MENAFIKAN dan MENEGASIKAN keputusan dua lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan Presiden, yaitu BPK dan DPR yang telah menyatakan bahwa telah terjadi banyak pelanggaran hukum dalam penyelamatan Bank Century.
Kalau Presiden memilih "bertarung" dengan dua lembaga tinggi negara itu, nasibnya pasti.

Mari kita simak enam hal penting yang disampaikan oleh Presiden SBY itu.
Pertama, Presiden SBY menghimbau : kita harus melihat masalah secara utuh dan jernih.
Sudah tentu himbauan SBY ini mengajak masyarakat untuk membuka kembali semua dokumen resmi dan menelisik apa yang sebenarnya terjadi di tahun 2008 itu. Ada dua dokumen resmi yang menyatakan bahwa situasi perekonomian dan perbankan di Indonesia saat itu normal. (a) Tidak ada laporan ke Presiden SBY dan Wapres JK, bahwa Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi di bulan November 2008. Sebab dalam perjalanan ke AS untuk menghadiri pertemuan G-20 dan KTT APEC, saat transit di Bandara Narita, Tokyo, tanggal 13 November 2008, Presiden langsung berkomunikasi dengan Presiden ad interim Jusuf Kalla, Gubernur BI Boediono di Jakarta, dan Sri Mulyani yang sudah berada di Washington DC, AS. Tentang komunikasi itu Mensesneg Hatta Radjasa mengatakan : "Gubernur BI dari Jakarta melaporkan bahwa situasi perbankan baik". Hal ini diperkuat dengan sambutan Presiden pada USINDO (US-Indonesia Society) Luncheon di Hotel Ritz Carlton, Washington DC, yang bertema : "INDONESIA AND AMERICA : A 21st CENTURY PARTNERSHIP" pada tanggal 14 November 2008. Saat itu Presiden menyatakan : "In a world rocked by the present global financial crisis, Indonesia's economy, like most of Asia's economies, is relatively better off than most countries". (b) Kenapa "bail out" tetap terjadi, padahal dalam konperensi pers di Hotel Ritz Carlton Washington DC, tanggal 15 November 2008, (yang juga dihadiri oleh Menkeu Sri Mulyani), Presiden dengan tegas menyatakan "tidak akan meniru kebijakan Pemerintah AS dan negara-negara Eropa memberikan "bail out" kepada perusahaan-perusahaan yang bangkrut".

Kedua, SBY menyatakan bahwa kebijakan itu diambil di masa sulit.
Untuk mengkaji apakah situasi di masa itu sungguh-sungguh sulit atau baru dibayangkan akan menjadi sulit, mari kita menyimak tiga dokumen resmi otoritas moneter di tahun 2008. (a) Bank Indonesia selaku otoritas moneter selalu menyampaikan Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan yang merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004. Laporan ini dapat disimak dalam TKM (Tinjauan Kebijakan Moneter) Nopember 2008, yang dikeluarkan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 6 November 2008; dalam TKM Desember 2008, yang dikeluarkan setelah RDG-BI tanggal 4 Desember 2008; dalam LKM (Laporan Kebijakan Moneter) triwulan IV-2008, setelah RDG-BI pada awal Januari 2009; dan dalam Laporan BI kepada DPR triwulanan keempat ditahun 2008, yang ditanda tangani Gubernur BI Boediono tanggal 31 Januari 2009. Dari dokumen resmi Laporan BI sendiri, bisa disimpulkan bahwa suasana krisis atau akan adanya ANCAMAN DAMPAK (BURUK) SISTEMIK tidak terlihat dan tidak diisyaratkan secara jelas dalam berbagai laporan resmi Bank Indonesia ketika itu. Bahkan, jika kita membaca secara lengkap semua laporan itu , terasa ada nada optimis atas segala situasi yang berkembang. (b) Notulen Sidang Paripurna KIB I tanggal 20 November 2008 yang dipimpin oleh Presiden ad interim Jusuf Kalla, saat itu Gubernur BI Boediono dan Menkeu Sri Mulyani tidak menyinggung bahwa Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi dan sama sekali tidak melaporkan tentang kasus Bank Century. (c) Laporan Keuangan BI tahun 2008 yang dikeluarkan pada bulan Mei 2009 dan ditandatangani oleh deputi Gubernur BI : Ardhayadi M, menyebutkan bahwa BI mengalami surplus sebesar Rp. 17 trilyun.

Dari tiga dokumen resmi diatas, tidak tergambar adanya situasi sulit di tahun 2008

Ketiga, menurut SBY, penyelamatan Bank Century itu merupakan keputusan yang terbaik di masa krisis.
Apa benar bahwa keputusan "bail out" ini merupakan keputusan terbaik? Mari kita lihat dokumen rapat KSSK pada tanggal 20 November 2008 (H-1). (a) Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan Dra Sti Chalimah Fadjriah, MM sudah mengemukakan di depan rapat KSSK tanggal 20 November 2008 itu bahwa sebaiknya Bank Century ditutup saja karena asset dan nasabahnya tidak sebesar Bank Tripanca (Bank Tripanca ditutup tanpa menimbulkan efek sistemik, meskipun asset dan jumlah nasabahnya jauh lebih besar dari Bank Century). Apalagi, ternyata Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan dan LKBB : Ibu Dra.Hj.Siti Chalimah Fadjriah, MM, bahkan sempat menandatangani surat likuidasi Bank Century.

Hal penting lainnya adalah pernyataan satu-satunya nara sumber resmi (menurut surat undangan rapat KSSK tanggal 20 November 2008) yaitu Agus Martowardoyo : Dirut Bank Mandiri, yang menyatakan sebaiknya Bank Century diambil alih (take over) oleh Bank Mandiri saja, biaya penyelamatannya lebih murah. Tapi tidak ditanggapi.

Agus Martowardoyo dan Siti Chalimah Fadjriah sudah mewakili suara dunia perbankan, lalu untuk apa lagi kalangan perbankan (PERBANAS) diundang lagi dalam sidang Pansus Century ? Pernyataan Agus Martowardoyo dan Siti Chalimah Fadjriah itu menunjukkan bahwa kita sama sekali tidak mengalami krisis di tahun 2008

Keempat, menurut SBY, kebijakan bail out tidak harus dipidanakan.
Dasar pijakannya adalah kebijakan itu tidak melanggar UU (tidak melanggar hukum). Tapi kalau ternyata kebijakan itu melanggar hukum, ya harus dipidana. Mari kita simak tiga kebijakan Gubernur BI dan Menkeu Sri Mulyani selaku bendahara umum Negara (bukan sekedar Menkeu selaku Ketua KSSK) yang jelas-jelas melanggar hukum (melanggar UU). (a) Nampaknya untuk pengucuran dana bail out, disiapkan dua opsi yaitu melalui FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) atau FPD (Fasilitas Pendanaan Darurat). Apa buktinya? BI secara sengaja mengubah aturan pemberian FPJP ini melalui PBI No. 10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 dan pemberian FPD ini melalui PBI No. 10/31/PBI/2008 tanggal 18 November 2008. Ketika kedua opsi ini dipersoalkan oleh BPK dan dipertanyakan oleh Pansus Century, maka otoritas fiskal dan moneter menyatakan bahwa dalam bail out Century, mereka tidak menggunakan FPD tapi fasilitas PMS (Penyertaan Modal Sementara).

Pernyataan ini malahan melanggar ketentuan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara No. 47 tahun 2003) Bab VI pasal 24 ayat 7 : Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.

No comments:

Post a Comment